Kamis, 14 November 2013

AGAMA DAN MASYARAKAT



AGAMA DAN MASYARAKAT


Agama berasal dari bahasa sanskerta yang berarti “tidak kacau”. Agama dapat diartikan suatu pengaturan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan manusia ke arah dan tujuan tertentu.  Agama adalah suatu system yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Berdasarkan sumbernya, agama dapat dibagia atas agama samawi yaitu agama diperoleh melalui Wahyu Illahi (Islam, Kristen, Yahudi) dan Agama Wa'i atau disebut juga agama bumi, yaitu agama budaya yang timbul akibat kekuatan didalam pikiran atau akal budi seseorang atau masyarakat (Hindu, Buddha, Konghuchu, dan aliran agama atau kepercayaan lainya).
            Dalam kehidupan bermasyarakat agama berfungsi sebagai pengatur kehidupan dan mengatasi persoalan-persoalan bermasyarakat agar tidak terjadi kekacauan dan perpecahan, karena agama mengatur hubungan antara manusia dengan penciptanya sekaligus hubungan manusia dengan manusia lainnya, mahluk lainnya dan lingkungannya. Agama mengajarkan apa yang baik dan apa yang buruk untuk kehidupan individu maupun kehidupan bermasyarakat. Di setiap ajaran agama diajarkan bahwa manusia selalu menjaga keharmonisan antara makluk hidup dengan lingkungan sekitar supaya manusia dapat melanjutkan kehidupannya. Secara garis besar agama memiliki fungsi  edukatif (memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan perantara petugas-petugasnya), fungsi penyelamatan (di dunia dan akhirat), fungsi pengawasan sosial (meneguhkan dan mengamankan kaidah-kaidah susila yang baik bagi kehidupan moral warga masyarakat), fungsi memupuk persaudaraan dan fungsi transformative (mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat)
Dimensi agama, Roland Robertson (1984) mengklasifikasikan dimensi agama atas  keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan dan konsekuensi. Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama. Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata.  Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif realitas tertinggi, mampu berhubungan meskipun singkat dengan suatu perantara yang supernatural. Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka. Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
Menurut Elizabeth K. Nottingham, 1954, terdapat tiga tipe kaitan agama dengan masyarakat yaitu: 1)masyarakat yang terbelakang dan nilai- nilai sakral. Pada masyarakat ini agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem masyarakat secara mutlak dan  nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan dalam masyarakat dan agama menjadi fokus utama pengintegrasian dan persatuan masyarakat secara keseluruhan 2)masyarakat-masyarakat pra-industri yang sedang berkembang. Pada masyarakat ini, agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai. Agama tidak memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama hanya memberikan dukungan terhadap adat-istiadat. 3)masyarakat-masyarakat industri sekular. Pada masyarakat ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi penting bagi agama, salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah kemanusiaan sehingga tidak terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. 
            Agama begitu universal, permanan (langgeng), dan mengatur dalam kehidupan sehingga bila tidak memahami agama, akan sukar memahami masyarakat. Untuk itu diperlukan pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk membimbing, membina dan mengayomi suatu kaum yang menganut agama. Hal yang perlu dijawab dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada  unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur agama. Contohnya adalah MUI, NU, Muhammadiyah (Islam) PGI dan KWI (kriten), Persada (Hindu), MBI (budha) dan Matakin (Konghucu)
Dalam kehidupan beragama kadang terjadi konflik, baik konflik internal umat beragama seperti ajaranyang menyimpang maupun konflik antar umat beragaman. Konflik internal disebabkan oleh adanya pemahaman yang menyimpang dan atau radikal dari suatu agama atau sebaliknya pemahaman yang terlalu liberal bebas semaunya tanpa mengikuti kaedah yang ada. Sedangkan konflik antar umat beragama umumnya tidak murni disebabkan oleh faktor agama melainkan faktor ekonomi, politik dan sosial yang kemudian diagamakan. Beberapa penyebabnya seperti: Adanya paham radikal disebagian kecil kelompok agama, kurang efektifnya pelaksanaan regulasi baik karena status hukumnya yang masih dipersoalkan, kurangnya pemahaman sebagai aparatur negara atau kurangnyakesadaran sebagai tokoh dan umat beragama, persoalan pendirian rumah ibadah atau cara penyiaran/penyebaran agama yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, penistaan terhadap agama dan adanya salah paham atas informasi diantara pemeluk agama. 
Konflik keagamaan memiliki bebeberapa unsur, yaitu adanya dua belah pihak baik satu agama atau beberapa agama yang terlibat konflik (partisan), adanya tujuan tertentu yang menjadikan munculnya konflik, adanya perbedaan pemikiran, perasaan dan tindakan di antara pihak yang terlibat untuk mendapatkan hasil atau tujuan dari konflik, adanya kepentingan di antara dua belah pihak yang saling bertentangan baik itu pribadi maupun kelompok, Sebagai contoh:
1. konflik antara Yahudi dan Nasrani, bersumber dari  kitab suci namun justru unsur dogmatis agama ini sangat mendukung pengambaran konflik yang terjadi. Menurut versi Yahudi, Nasrani adalah agama yang sesat karena menganggap Yesus sebagai mesias (juru selamat). Dalam pandangan Yahudi sendiri Yesus adalah penista agama yang paling berbahaya karena menganggap dirinya adalah anak Allah, sampai akhirnya otoritas Yahudi sendiri menghukum mati Yesus dengan cara disalibkan, sebuah jenis hukuman bagi penjahat kelas kakap pada waktu itu. Sedangkan menurut pandangan Kristen, umat Yahudi adalah umat pilihan Allah yang justru menghianati Allah itu sendiri. Untuk itu Yesus datang ke dunia demi menyelamatkan umat tersebut dari murka Allah. Dalam beberapa kesempatan, misalnya, ketika Yesus mengamuk di bait Allah karena dipakai sebagai tempat berjualan, atau dalam kasus lain yaitu penolakan orang Israel terhadap ajaran Yesus.
2. konflik Islam-Kristen. Konflik ini pada awalnya diilhami oleh kepercayaan bahwa Islam memandang Nasrani sebagai agama kafir karena mempercayai Yesus sebagai anak Allah, padahal dalam ajaran Islam Nabi Isa (Yesus) merupakan nabi biasa yang pamornya kalah dari nabi utama mereka Muhammad S.A.W. Konflik ini pada awalnya hanya pada tataran kepercayaan saja, namun ketika unsur politis, ekonomi, dan budaya masuk, maka konflik yang bermuara pada pecahnya Perang Salib selama beberapa abad menegaskan rivalitas Islam-Kristen sampai sekarang.
3. konflik antara Yahudi-Islam yang masih hangat dalam ingatan kita. Konflik ini berawal dari kepercayaan orang Yahudi akan tanah yang dijanjikan Allah kepada mereka yang dipercayai terletak di daerah Israel, termasuk Yerusalem, sekarang. Pasca perbudakan Mesir, ketika orang Yahudi melakukan eksodus ke Mesir namun kemudian malah diperbudak sampai akhirnya diselamatkan oleh Musa, orang Yahudi kemudian kembali ke tanah mereka yang lama, yaitu Israel. Akan tetapi, pada saat itu orang Arab telah bermukim di daerah itu. Didasarkan atas kepercayaan itu, kemudian orang Yahudi mulai mengusir Orang Arab yang beragama Islam itu.
Konflik keagamaan dicegah dengan memantapkan kerukunan hidup umat beragama. Departemen Agama mengambil kebijakan pemantapan kerukunan umat beragama melalui upaya sebagai berikut:
1. Para pembina formal termasuk apatur pemerintah dan para Pembina non formal yakni tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan komponen penting dalam pembinaan kerukunan antar umat beragama.
2. Masyarakat umat beragama di Indonesia yang sangat heterogen perlu ditingkatkan sikap mental dan pemahaman terhadap ajaran agama serta tingkat kedewasaan berfikir agar tidak menjurus kesikap primordial.
3. Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan hidup umat beragama perlu dijabarkan dan disosialisasikan agar bisa dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan demikian diharapkan tidak terjadi kesalah pahaman dalam penerapan baik oleh aparat maupun oleh masyarakat, akibat adanya kurang informasi atau saling pengertian diantara umat beragama.
4. Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap wadah-wadah musyawarah antar umat beragama untuk menjembatani kerukunan antar umat beragama.
Diharapkan dengan upaya-upaya tersebut kerukunan umat beragama menjadi mantap sehingga konflik keagamaan dapat dicegah di tanah air tercinta ini.

-----------TERIMA KASIH----------
MAHENDRA
15113228

Tidak ada komentar:

Posting Komentar