Senin, 12 Oktober 2015

EYD DAN TANDA BACA


EYD (Ejaan yang Disempurnakan)

 
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.

Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).

Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".

Ejaan yang disempurnakan memuat kaidah-kaidah bahasa Indonesia, seperti  penulisan huruf, penulisan kata, penulisan tanda baca dan penulisan unsur serapan. Penulisan huruf berkaitan dengan aturan penulisan nama diri, nama jenis, nama sebutan dan huruf pada lambang bilangan. Penulisan kata berkaitan dengan aturan penulisan kata baku, kata depan, kata ulang, gabungan kata dan bentuk singkatan/akronim. Penggunaan tanda-tanda baca dan aturan penyerapan kata asing yang menjadi kosakata bahasa Indinesia.  EYD ini hendaknya menjadi acuan/patokan dalam berbahasa Indonesia agar tidak terjadi kesalahan.
 
Perbedaan Ejaan Lama dan Ejaan Baru
 
Sebelum menjadi Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) ada beberapa perubahan yaitu :

Ejaan Van Ophuijsen.

Ejaan Van Ophuijsen atau Ejaan Lama adalah jenis ejaan yang pernah digunakan untuk bahasa Indonesia. Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:

huruf 'j' untuk menuliskan bunyi 'y', seperti pada kata jang, pajah, sajang.
huruf 'oe' untuk menuliskan bunyi 'u', seperti pada kata-kata goeroe, itoe, oemoer (kecuali diftong 'au' tetap ditulis 'au').
tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan bunyi hamzah, seperti pada kata-kata ma'moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamaï.

Sejarah Singkat.

 Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa Indonesia yang pertama kali oleh Prof. Charles van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal dengan Ejaan Van Ophuijsen ditulis dalam sebuah buku. Dalam kitab itu dimuat sistem ejaan Latin untuk bahasa Melayu di Indonesia.

Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda. Ia pernah jadi inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi, Sumatera Barat, kemudian menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan Kitab Logat Melajoe, van Ophuijsen kemudian menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini kemudian diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu dan menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia. Ejaan ini akhirnya digantikan oleh Ejaan Republik pada 17 Maret 1947.
(Di kutip dari sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Van_Ophuijsen )

Ejaan Republik.

Ejaan Republik (edjaan republik) adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.
Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:

huruf 'oe' menjadi 'u', seperti pada goeroe → guru.
bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (') ditulis dengan 'k', seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
awalan 'di-' dan kata depan 'di' kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan 'di' pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan 'di-' pada dibeli, dimakan.

Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.
(Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Republik )
 
Tanda Baca dan Fungsinya
 
Pemakaian tanda baca dalam ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan mencakup pengaturan (1) tanda titik, (2) tanda koma, (3) tanda titik koma, (4) tanda titik dua, (5) tanda hubung, (6) tanda pisah, (7) tanda elipsis, (8) tanda tanya, (9) tanda seru, (10) tanda kurung, (11) tanda kurung siku, (12) tanda petik, (13) tanda petik tunggal, (14) tanda ulang, (15) tanda garis miring dan (16) penyingkat (Apostrof).

1.     Tanda titik (.)
 
a. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang. Misalnya:
1)     W.S. Rendra   2)     Abdul Hadi W.M.
b. Tanda titik dipakai pada singkatan gelar, jabatan, pangkat dan sapaan Misalnya:
1)     Dr. (doktor)    2)     dr. (dokter)
c. Tanda titik digunakan pada angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan ribuan, jutaan dan seterusnya. Misalnya:
1)     Tebal buku itu 1.150 halaman.   2)     Minyak tanah sebanyak 2.500 liter tumpah

 
2.     Tanda koma
Ada kaidah yang mengatur kapan tanda koma digunakan dan kapan tanda koma tidak digunakan.
a.  Tanda koma harus digunakan diantara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
b.  Tanda koma harus digunakan untuk memisahkan kalimat setara yang satu dengan kalimat setara berikutnya yang didahului dengan kata tetapi, melainkan dan sedangkan.
c.  Tanda koma harus digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat, apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya. Biasanya, anak kalimat didahului oleh kata penghubung bahwa, karena, agar, sehingga, walaupun, apabila, jika, meskipun dan sebagainya.

 
3.     Tanda titik koma (;)
 
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Misalnya :
Para pemikir mengatur strategi dan langkah yang harus ditempuh; para pelaksana mengerjakan tugas sebaik-baiknya; para penyandang dana menyediakan biaya yang diperlukan 

 
4.     Tanda titik dua (: )
 
a.      Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu perrnyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya :
Perguruan Tinggi Nusantara mempunyai tiga jurusan : Sekolah Tinggi Teknik, Sekolah Tinggi Ekonomi dan Sekolah Tinggi Hukum
b.     Tanda titik dua tidak dipakai kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri permyataan
Perguruan Tinggi Nusantara mempunyai Sekolah Tinggi Teknik, Sekolah Tinggi Ekonomi dan Sekolah Tinggi Hukum.

 
5.     Tanda hubung ( – )
 
a. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian ungkapan.
Bandingkan:
Tigapuluh-dua-pertiga (30 2/3) dan tigapuluhdua- pertiga (32/3)
Mesin-potong tangan (mesin potong yang digunakan dengan tangan) mesin potong-tangan (mesin khusus untuk memotong tangan).
b. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (a) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (b) ke- dengan angka, (c) angka dengan –an dan (d) singkatan huruf dengan imbuhan atau kata.

 
6.     Tanda pisah (-)
 
 
Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan khusus diluar bangun kalimat, menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas dan dipakai di antara dua bilangan atau tunggal yang berarti ‘sampai dengan’ atau diantara dua nama kota yang berarti ‘ke’ atau ‘sampai’. Panjangnya dua ketukan.
Misalnya:
1)     Kemerdekaan bangsa itu-saya yakin akan tercapai-diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
2)     Pemerintah Orde Baru tahun 1966-sekarang.
3)     Bus Kramajati jurusan Banjar-Jakarta.
4)     (Moeliono,1980:15-31)
7.     Tanda petik (“_”)
Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung, judul syair, karangan, istilah yang mempunyai arti khusus atau kurang dikenal.
Misalnya:
1)     Kata Hasan, “Saya ikut.”
2)     Sajak “Aku” karangan Chairil Anwar.
3)     Ia memakai celana “cutbrai.”
8.     Tanda petik tunggal (‘_’)
Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Misalnya:
Lailtul Qadar ‘malam bernilai’

 
9.     Tanda Elipsis (…)
 
a.      Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus
Misalnya:
Kalau begitu …ya, marilah kita bergerak.
b.     Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan …akan diteliti lebih lanjut.

 
10. Tanda Tanya (?)
 
a.      Tanda Tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
b.     Tanda Tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya:
1)     Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).   2)     Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

 
11. Tanda Seru (!)
 
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan ataupun rasa emosi yang kuat. Misalnya:
1)     Alangkah seramnya peristiwa itu!    2)     Bersihkan kamar itu sekarang juga!
 
 
 
12. Tanda Kurung ((…))
 
a.      Tanda kurung yang mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
b.     Tanda kurung yang mengapit tambahan keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
 
 
 
13. Tanda Kurung Siku ([...])
 
a.      Tanda kurung siku mengapit huruf, kata atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
b.     Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
 
 
 
14. Tanda Garis Miring ( / )
 
a.      Tanda garis miring dipakai didalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
 
 
 
15. Tanda Penyingkat atau Apostrof ( ‘ )
 
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.

 

1 komentar:

  1. maklumat yang berguna. walau bagaimanapun saya mencari maksud 1) tanda petik, dan 2) tanda petik tunggal.

    mungkin tertinggal pada item nombor 7 dan 8.

    BalasHapus